Strategi pemerintah dalam pembangunan kepariwisataan pada program pengembangan destinasi pariwisata, difokuskan pada pengembangan desa wisata melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Salah satu konsep pengembangan pariwisata adalah pariwisata berbasis masyarakat atau community-based tourism (CBT), yang bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat di pedesaan melalui PNPM Mandiri bidang pariwisata, tepatnya melalui Bantuan Desa Wisata. Harapan pemerintah kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan melalui pembangunan kepariwisatan di desa wisata.Desa wisata merupakan sebuah kawasan pedesaan yang memiliki keunikan dan karakteristik khusus untuk menjadi destinasi wisata, antara lain: lingkungan bernuansa alami, tradisi dan budaya masih dipegang masyarakat, makanan khas, sistem pertanian dan sistem kekerabatan. Desa wisata sebagai daerah tujuan wisata tentu perlu ditunjang dengan fasilitas yang memadai bagi para wisatawan. Fasilitas tersebut antara lain : penginapan/homestay, sehingga wisatawan benar-benar merasakan suasana keseharian pedesaan dengan apa adanya, restoran/warung makan, arena aktifitas di alam/outbound facility) serta berbagai kemudahan bagi wisatawan.
Makin beragamnya pilihan keinginan wisatawan, kesadaran akan pelestarian lingkungan, isu pemanasan global, menjadikan para pelaku pariwisata melirik pada konsep back to nature. Wisata pedesaan sebenarnya suatu bentuk pariwisata minat khusus yang dikemas secara komprehensif sehingga para wisatawan dapat berinteraksi secara lengkap baik dengan alam lingkungan maupun dengan masyarakat sekitar termasuk juga budaya dan tradisi didalamnya. Wisatawan dapat melihat dan merasakan langsung nilai – nilai kearifan lokal yang masih terasa denyutnya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari Kearifan tersebut seperti: gotong royong, upacara wiwit, sambatan/rewang, kenduri/slametan,dolanan bocah, kesenian tradisional, ngluku/ membajak sawah dengan sapi dan sebagainya. Tentu agar pengunjung desa wisata kerasan, sangat dibutuhkan keterlibatan partisipasi aktif masyarakat lokal agar terjamin keberlangsungan kegiatan pariwisata di desa wisata. Dengan demikian, konsep pariwisata pedesaan adalah menawarkan harapan kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat lokal, dengan cara meningkatkan partisipasi aktif masyarakat serta mendorong pelibatan masyarakat dalam setiap kegiatan yang ditujukan kepada pengunjung desa wisata.
Gambaran nyata sebuah Desa Wisata, Penulis dapatkan saat kunjungan ke Desa Sambi. Desa Sambi merupakan sebuah desa wisata di lereng gunung Merapi dan dekat dengan kawasan wisata alam Kaliurang. Desa Sambi terletak di Jalan Kaliurang Km 19,2 Padukuhan Sambi, Desa Pakembinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penulis sempat melakukan wawancara dengan Bapak Haryono, Ketua Pengelola Desa wisata Sambi periode tahun 2009 – 2011. Desa wisata Sambi, merupakan satu dari sebelas desa wisata mandiri di kabupaten Sleman. Desa Sambi mempunyai ‘commercial branding’ dengan menyebutnya “desa alami asli Jogja” . Sambi dikenmbangkan sebagai Desa Wisata sejak tahun 2001. Pengembangan pariwisata di desa wisata Sambi dilakukan oleh pengelola dengan cara mengajak masyarakat berpartisipasi secara aktif dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam setiap kegiatan pengembangan yang dicanangkan bersama antara pengelola dan masyarakat. Wujud nyata pemberdayaan masyarakat di Desa wisata Sambi tersebut dilaksanakan melalui penerimaan dan pemanfaatan dana stimulan dari pemerintah pusat melalui PNPM Mandiri Pariwisata, yang sudah diterima selama tiga tahun berturut-turut, yaitu 2009, 2010 dan 2011. Sebagai realisasi pemanfaatan bantuan pemerintah tersebut dan sekaligus wujud nyata kegiatan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat (community-based tourism) yang diterapkan di desa wisata Sambi, adalah bahwa pengelola desa wisata Sambi bersama-sama dengan masyarakat telah (1) mengembangkan kegiatan masyarakat: membatik, pemanduan wisata, kuliner, membangun fasilitas outbound activity, (2) melaksanakan berbagai macam kegiatan adat, (3) merencanakan event pariwisata, (4) melestarikan budaya: melalui pagelaran wayang kulit, (5) meningkatkan pelayanan prima (service with heart), (6) merawat lingkungan hidup (dengan menanam pohon buah naga di sepanjang jalan desa), (7) mengusahakan pemerataan manfaat bagi masyarakat, dan (8) menjamin pengembalian keuntungan kepada masyarakat.
Kepada penulis pada awal Juli lalu, Bapak Haryono memberikan gambaran tentang partisipasi dan pelibatan masyarakat dalam rangka pengembangan pariwisata berbasis masyarakat di desa wisata Sambi. Pada tahap persiapan, seluruh warga dikumpulkan untuk mengikuti sosialisasi program dengan tujuan menyebarluaskan informasi mengenai Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pariwisata. Hal ini sangat penting sebagai bentuk pemberdayaan dan menanamkan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya partisipasi dan pelibatan masyarakat dalam kegiatan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat”. Seperti yang dikatakan Ibu Umi Salamah selaku Koordinator Kelompok Masyarakat Membatik, bahwa beliau sangat setuju dan bahkan merasakan sekali keterlibatan masyarakat dalam pengembangan pariwisata di desa wisata Sambi, yang menurut beliau diistilahkan sebagai “proyek masyarakat”, dan masyarakat merasakan bagi hasil dari kegiatan yang dilakukan dalam kelompok, dan beliau berprinsip bahwa pariwisata dari, oleh dan untuk masyarakat.
Sangat jelas bahwa masyarakat di sebuah desa wisata memegang peran penting sebagai subyek pelaku kegiatan-kegiatan pengembangan yang dilakukan di desa wisata, dan bukan hanya sebagai “tuan rumah yang pasif”. Pariwisata berbasis masyarakat merupakan sebuah pendekatan pemberdayaan masyarakat sebagai pelaku penting dalam konteks paradigma baru pembangunan yaitu pembangunan berkelanjutan (sustainable development paradigm), yang berarti dengan terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat saat kini dengan tidak mengesampingkan aspek keberlanjutan yaitu memberikan manfaat kepada generasi sekarang tanpa mengurangi kualitas manfaat kepada generasi mendatang.
*) Penulis adalah Dosen Tetap di Sekolah Tinggi Pariwisata AMPTA Yogyakarta, pada program studi Usaha Perjalanan Wisata
Sumber : http://www.ampta.ac.id